Tantangan global di tahun 2023 masih melanda negara-negara berkembang setelah pandemi Covid-19. Perang di Ukraina yang tak kunjung usai, inflasi tinggi, suku bunga pinjaman yang melambung, dan disrupsi rantai pasok global menjadi peringatan serius bahwa krisis ekonomi global belum mereda. Dalam situasi ini, target pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030 semakin sulit untuk dicapai.
Untuk mengatasi tantangan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mewakili Presiden Joko Widodo, berpartisipasi dalam pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan, Champions Group of the GCRG (Global Crisis Response Group) on Food, Energy, and Finance pada 21 Juli 2023 secara virtual. Presiden Joko Widodo sendiri menjadi anggota Champions Group of the GCRG bersama sembilan Kepala Negara dan Pemerintahan lain, termasuk pro tempore chairs dari G7 (Jepang), G20 (India), dan Uni Afrika (Komoro).
Dilansir dari www.ekon.go.id, pada tanggal 14 Maret 2022, Sekretaris Jenderal PBB telah membentuk Global Crisis Response Group (GCRG) on Food, Energy, and Finance untuk mengkoordinasikan respons global terhadap dampak krisis di bidang Pangan, Energi, dan Keuangan, terutama di negara-negara yang rentan menghadapi krisis. Champions Group of Heads of State or Government dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB untuk mencapai konsensus global dalam menghadapi tantangan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam setahun terakhir, GCRG telah berhasil menyusun solusi konkret untuk mengatasi keamanan pangan global melalui Black Sea Initiative (BSI) dan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Federasi Rusia terkait ekspor pangan dan pupuk ke pasar dunia. Selain itu, GCRG juga telah menerbitkan tiga laporan rekomendasi tentang krisis dan solusi di bidang Keuangan, Energi, dan Pangan yang disusun bersama oleh agensi PBB.
Sekretaris Jenderal UNCTAD, Rebeca Grynspan, yang juga koordinator GCRG Task Team, menekankan bahwa GCRG masih dibutuhkan untuk merespons tantangan global terutama di bidang Pangan, Energi, dan Keuangan. Keadaan global telah berubah dari krisis yang berkembang cepat menjadi krisis yang berkembang lambat.
Dalam aspek Pangan, harga komoditas pangan dan pupuk mengalami penurunan, tetapi beberapa negara berkembang tetap terdampak karena inflasi dan depresiasi nilai mata uang. Terhentinya Black Sea Initiatives juga menyebabkan kenaikan harga komoditas gandum dan jagung. Harga pupuk sendiri masih tinggi, 48 persen di atas harga pasar sebelum perang di Ukraina, sehingga angka kemiskinan dan kelaparan meningkat berdasarkan laporan FAO.
Dalam aspek Energi, meskipun harga energi dunia turun, tetapi tetap tinggi dan berdampak luas, mengancam beberapa penduduk dunia yang tidak mampu membayar biaya listrik. Harga energi yang masih tinggi juga berdampak pada rantai pasok dunia, terutama di sektor transportasi dan logistik.
Dalam aspek Keuangan, sekitar 3,3 Milyar orang tinggal di negara-negara di mana pembayaran bunga utang melebihi belanja untuk Kesehatan dan Pendidikan. GCRG menyoroti pentingnya restrukturisasi hutang, terutama bagi 52 negara yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
Dalam pertemuan Champions Group GCRG, Menko Airlangga menyatakan komitmen Indonesia untuk mempercepat penerapan Common Framework for Debt Treatments dan mendukung G20 Note on the Global Debt Landscape. Indonesia juga menyambut baik Global Sovereign Debt Roundtable untuk meningkatkan komunikasi dan pemahaman di antara para pemangku kepentingan. Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia menyadari dampak ketidakpastian global bagi anggota ASEAN dan memprioritaskan penguatan ketahanan ASEAN untuk menghadapi future shocks.
Sementara itu, Presiden Senegal, Macky Sall, mendukung komitmen India terkait akses universal terhadap listrik dan transisi energi dalam agenda Presidensi G20 tahun ini. Senegal juga mengadvokasi reformasi sistem keuangan internasional, termasuk akses lebih luas pada Special Drawing Rights (SDR).
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menegaskan perlunya reformasi arsitektur keuangan internasional untuk memberikan ruang fiskal bagi negara-negara terbelakang (LDC), mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga pangan, dan beralih ke sumber energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Bangladesh mengapresiasi bantuan teknis untuk merancang dan meluncurkan obligasi hijaunya sendiri.
Menteri Ekonomi dan Pembangunan Jerman, Jochen Flasbarth, mengapresiasi Black Sea Grains Initiatives yang berkontribusi menurunkan harga pangan dunia. Jerman juga aktif di bidang ketahanan pangan global dan mengalokasikan dana €5 miliar untuk memerangi kelaparan dunia tahun lalu. Jerman mendukung jalur solidaritas Uni Eropa, inisiatif biji-bijian dari Ukraina, memberikan dukungan kepada negara mitra untuk produksi pupuk berbasis energi terbarukan, serta mendukung kerangka kerja bersama G20 sebagai advokat kuat untuk bank dunia.
Sekjen PBB, Guterres, menutup pertemuan Champions Group GCRG dengan mengingatkan bahwa kepemimpinan GCRG sangat penting untuk mengatasi dampak global dari krisis Pangan, Energi, dan Keuangan. Reformasi keuangan perlu didukung oleh komunitas global, termasuk mekanisme penangguhan pembayaran dan suku bunga yang lebih rendah bagi negara-negara berkembang. Dukungan dari negara maju dan sektor swasta melalui pembiayaan campuran (blended finance) menjadi kunci untuk mencapai UN Sustainable Development Goals (UN SDGs).
sumber : www.ekon.go.id